ARTIKEL

Peran Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Korban KDRT

2020/04/28 07:46:24
Pekerja sosial atau social worker adalah orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial (Wibhawa dkk, 2010:52).

Dalam proses pemberdayaan perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pekerja sosial memegang peran penting dalam menyelesaikan masalah yang dialami. Permasalahan yang semakin komplek dengan minat masyarakat untuk mengatasinya masih lemah, artinya peluang pekerja sosial untuk menangani masalah tersebut sangat terbuka. Namun, di negara maju ataupun negara berkembang, profesi yang paling berkompeten dalam menangani masalah sosial seperti profesi pekerja sosial, sama-sama kurang popular dan bahkan tidak diketahui oleh masyarakat awam.

Hal tersebut itulah yang menjadi tantangan para pekerja sosial untuk menunjukkan kemampuan dan keprofesiannya terhadap masyarakat. (Wibhawa dkk, 2010:3) Pekerja sosial memberikan pelayanan yaitu sosialisasi dan penjangkauan, penerimaan, rehabilitasi sosial, resosialisasi, bimbingan lanjut, dan terminasi. Keseluruhan tahapan tersebut tidak terlepas dengan penerapan metode-metode dalam pekerjaan sosial.

Tugas utama pekerja sosial yaitu memberikan pelayanan sosial baik kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan nilai-nilai pekerjaan sosial. Pemberdayaan merupakan salah satu pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial untuk mengatasi permasalahan yang dialami. Harapannya masyarakat mampu menjalankan peran sosialnya di masyarakat. Kemandirian merupakan tujuan dalam proses pemberdayaan tersebut.

Alasan Pekerja Sosial melakukan Pemberdayaan bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Sasaran tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga adalah istri. Berbagai akibat dapat ditimbulkan dari tindak kekerasan trsebut, seperti adanya pergolakan batin antara penderitaan dengan keinginan untuk mempertahankan rumah tangga dapat mengakibatkan perasaan rendah diri, tidak percaya diri, selalu menyalahkan diri sendiri, mengalami gangguan fertilitas (kesuburan) dan gangguan siklus haid dapat terganggu karena jiwanya tertekan. (Sukri, 2004:13) Korban yang telah mengalami tindak kekerasan, sesuai dengan UU RI Nomor 23 tahun 2004 pada poin 4 yaitu “berhak mendapatkan Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”.

Pasal tersebut menunjukkan bahwa pekerja sosial merupakan salah satu aktor yang berperan dalam penanganan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Korban yang mengalami tindak kekerasan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Korban dipandang membutuhkan pengalaman, ilmu, dan keterampilan. bimbingan keterampilan yang diberikan yaitu jahit, olahan pangan, tata rias, dan membatik. 

Tujuan adanya program tersebut agar korban tidak kembali ke masa yang suram serta mampu hidup mandiri, percaya diri untuk bersosialisasi di masyarakat. Adanya keinginan yang kuat dari korban bahwa korban harus bertahan hidup untuk anakanaknya menjadi alasan pekerja sosial memberikan pelayanan termasuk pemberdayaan bagi korban. Selain itu, korban juga membutuhkan perlindungan agar hidupnya merasa lebih aman dan nyaman dari tekanan pihak luar. Tujuannya, agar korban berdaya memiliki pencaharian hidup untuk menghidupi anakanaknya setelah pisah dari suami.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa alasan pekerja sosial melakukan pemberdayaan bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu dikarenakan korban harus bertahan hidup untuk anak-anaknya. Disamping itu, korban harus memiliki mata pencaharian hidup agar mampu menopang hidup. Oleh karena itu, korban perlu mendapatkan perlindungan, pengalaman, ilmu, dan keterampilan. Harapannya korban lebih percaya diri, mandiri, dan mampu menjalankan fungsi sosial di masyarakat.

Peran Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Menurut UU RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pengertian Pekerja sosial professional adalah seseorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

Pekerja sosial merupakan pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial kepada klien. Menurut UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan yang dialami seorang perempuan atau istri memiliki dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang yang menimbulkan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi berupa pemberdayaan bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Pekerja sosial disinilah memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap dan keterampilan klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pemberdayaan dilaksanakan melalui proses belajar yang akan berlangsung secara bertahap untuk mengingkatkan aspek afektif, kognitif, psikomotorik, dan konatif. Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 22 Tahun 2014 tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Profesi Pekejaan Sosial meliputi pendekatan awal, pengungkapan dan pemecahan masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pemecahan masalah, resosialisasi, terminasi, dan bimbingan lanjut. Berdasarkan hal tersebut, langkah-langkah yang dilakukan oleh pekerja sosial dengan pedoman yaitu pendekatan awal, assessment, rencana intervensi, intervensi, terminasi, dan bimbingan lanjut. Memang terdapat perbedaan istilah, namun memiliki pengertian yang sama.

Keseluruhan tahapan yang dilakukan pekerja sosial termasuk dalam tahapan pelayanan balai yaitu tahap sosialisasi dan perekrutan, tahap penerimaan, tahap rehabilitasi sosial, tahap resosialisasi, tahap terminasi dan bimbingan lanjut. Sejalan dengan tahap rehabilitasi, tahapan pemberdayaan yang dilaksanakan di balai meliputi tiga tahapan yaitu tahap penyadaran dan pembentukan perilaku, tahap transformasi kemampuan, dan tahap pengayaan. Keseluruhan tahap pemberdayaan tidak terlepas dari peran pekerja sosial. Peranan pekerja sosial di dalam masyarakat/badan/lembaga/panti sosial menurut Bradford W. Sheafor dan Charles R. Horejsi (dalam Soeharto, 2011: 155-160) yaitu sebagai perantara, pemungkin, mediator, pelindung, advokasi, perunding, inisiator, dan negosiator. Namun, dalam menjalankan perannya pekerja sosial memiliki peranan yang bervariasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Peran pekerja sosial yaitu sebagai konselor, motivator, mediator, pelindung, educator, dan fasilitator.

Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) termasuk pada tahap penerimaan. Tahapan tersebut, pekerja sosial memberikan motivasi kepada klien agar semangat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga. Terus-menerus berada kungkungan rumah tangga yang tidak harmonis tersebut akan menimbulkan keterpurukan dan ketidakberdayaan. Maka, klien perlu membutuhkan intervensi bagi dirinya baik pengetahuan maupun keterampilan. Kesadaran itulah yang menjadi fokus pada tahap pertama.

Pada tahap penyadaran inilah pekerja sosial berperan sebagai konselor, mediator, dan educator. Pekerja sosial berperan sebagai konselor yaitu pekerja sosial melakukan konseling secara individu terhadap klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pekerja sosial menjadi pendengar dan bersama klien menemukan solusi dari masalah tersebut. Konseling individu sering lebih efektif dibandingkan dengan konseling secara kelompok. Kedekatan antara klien dengan pekerja sosial pun terjalin.

Komunikasi antar keduanya dapat berjalan secara timbal balik, karena pekerja sosial dapat lebih fokus pada satu masalah yang dikonsultasikan oleh klien. Sebagai motivator, pekerja sosial memotivasi klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) agar semangat dan bangkit untuk melanjutkan hidup. Adanya motivasi yang diberikan, klien akan merasa bahwa ada yang memperhatikan. Sehingga, korban memiliki kesadaran untuk bangkit dan tidak kembali lagi pada permasalahan yang lalu. Sejak awal, pemberian motivasi telah diberikan yaitu pada tahap penerimaan calon klien.

Peran Pekerja sosial sebagai mediator yaitu menghubungkan klien dengan lembaga baik pemerintah maupun swasta dalam menangani klien, P2TP2A, psikolog, dokter, dan kepolisian. Melalui lembaga terkait, pekerja sosial membantu menyelesaikan dengan menghubungkan klien dengan pihak-pihak yang berwenang pada bidangnya. Pekerja sosial berperan sebagai penghubung adalah membantu menyelesaikan konflik diantara dua sistem atau lebih, menyelesaikan masalah antara klien dengan pelaku atau anggota keluarga, serta memperoleh hak-hak korban.

Guna mendukung proses penyadaran dan pembentukan perilaku, pekerja sosial berperan sebagai pelindung yaitu melindungi klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik dalam hal permasalahan, identitas, maupun keberadaan klien. Adanya perlindungan tersebut, korban merasa nyaman untuk mengutarakan masalah yang dialami, terlepas dari beban, dan merasa kerahasiaan masalahnya terjamin oleh pekerja sosial. Tahap pemberdayaan yang kedua yaitu transformasi kemampuan, dimana pekerja sosial membantu klien untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Pekerja sosial sebagai mediator diharapkan mampu menjembatani klien dengan pihak-pihak yang akan mendukung proses belajar klien.

Pekerja sosial sebagai educator yaitu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar menjadi individu yang lebih baik. Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu melalui bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan. Seluruh kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik korban. 

Materi yang diberikan pada kegiatan pengungkapan dan pemecahan masalah (PPM) yaitu tentang kesehatan reproduksi, budi pekerti, serta mata pelajaran juga diberikan guna meningkatkan keberdayaan klien. Melalui bimbingan keterampilan, misalnya keterampilan boga klien dijelaskan tentang cara-cara membuat kue, kemudian praktik pembuatan kue, menghitung harga jual kue, dan sikap klien apabila bekerja dalam kelompok. Dalam proses belajar tersebut telah meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 

Tahap pemberdayaan yang ketiga yaitu pengayaan atau peningkatan kemampuan intelektual dan keterampilan klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Peningkatan tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan Achievement Motivation Training (AMT), Pelatihan Belajar Kerja (PBK), magang, usaha mandiri, dan pemberian bantuan stimulan. Pekerja sosial mendampingi klien dalam mengenali diri mereka. Misalnya pada saat diskusi, klien diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan menyimpulkan apa yang ada pada diri mereka secara individu atau kelompok. 

Peranan sebagai fasilitasi dilakukan untuk membantu klien berpartisipasi, berkontribusi, mengikuti keterampilan, dan menyimpulkan apa yang telah dicapai oleh klien yang disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi. Melalui kegiatan tersebut, klien mampu mandiri untuk mengatur dirinya dan lingkungannya. Pekerja sosial memiliki peran penting dan terlibat langsung dalam proses pemberdayaan klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Peranan yang dimunculkan pun berbedabeda sesuai dengan masalah yang dihadapi. Tujuan adanya keterlibatan pekerja sosial yaitu membantu klien untuk menigkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat. Dalam hal ini pekerja sosial bersama klien menyelesaikan masalah dan menemukan solusi yang tepat. 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial memiliki peranan dalam pemberdayaan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu sebagai konselor, motivator, mediator, pelindung, educator, dan fasilitator. Adanya peran pekerja sosial tersebut, mampu meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik klien.

Pengaruh Peran Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Pemberdayaan yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sangat berpengaruh pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik klien. Pengaruh adanya peran pekerja sosial sangat dirasakan oleh klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Adanya pemberdayaan yang dilaksanakan, klien memiliki kesadaran bahwa melulu berada pada masalah yang dialami bukan merupakan solusi yang baik. Mereka membutuhkan sesuatu yang mempu membekali mereka untuk melanjutkan hidup. Bekal tersebut seperti pengetahuan dan keterampilan. Pada tahap penyadaran dan pembentukan perilaku, pengaruh yang dirasakan Klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu jauh merasa lebih tenang, aman, dan nyaman. 

Klien juga merasa termotivasi untuk tidak kembali pada permasalahan yang sama. Adanya pemberdayaan pada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan itulah klien dibina untuk lebih Peran Pekerja Sosial. Klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mampu menjaga dan mengontrol sikap ketika berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya baik sebaya, maupun orang yang lebih dewasa. 

Pada tahap tranformasi kemampuan, yaitu melalui kegiatan bimbingan fisik, mental, sosial, spiritual, dan keterampilan. Tahap ini, klien memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan. Klien memiliki keterampilan sesuai dengan bidang yang ditekuni yaitu jahit, olahan pangan, rias, atau batik. Aspek pengetahuan yaitu, klien mengetahui cara atau proses dalam menjahit, membuat olahan pangan, merias, ataupun membatik. Berbekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan klien mampu untuk kembali bersosialisasi dengan lingkungan pasca permasalahan yang dialami sebelumnya.

Pengaruh peran pekerja sosial dalam pemberdayaan yaitu korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) termotivasi untuk bangkit kembali, mampu mengontrol sikap, memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan, serta mampu merencanakan kehidupan ke depan. Peningkatan aspek kognitif, afektif, dan psikomotik itulah yang menjadi indikator dalam keberhasilan suatu proses pemberdayaan.

Penggunaan Metode dalam Pekerjaan Sosial terhadap Korban Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Metode pokok pekerjaan sosial yaitu metode bimbingan sosial perorangan (social case work), metode bimbingan sosial kelompok (social group work), dan metode bimbingan sosial organisasi (social community organization atau community development) (Hermawati, 2001:32- 33). 

Metode yang sering digunakan di sebuah panti adalah metode social case work dan metode social group work. Teknik yang digunakan dalam metode social case work ialah wawancara, memberi informasi atau nasihat, diskusi, obervasi, permainan peran, managemen konflik, dan teknik lainnya yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi. 

Sedangkan teknik yang digunkaan dalam metode social group work ialah dinamika kelompok, permainan peran, diskusi, dan obervasi dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi. (Wibhawa dkk,2010:91). Metode social case work bersifat individual, maka disebut dengan pendekatan mikro. Sasaran metode ini adalah orang atau individu yang memiliki masalah dari diri sendiri atau bersifat eksternal (lingkungan sosial). Pada umumnya, metode social casework digunakan di panti dan masalah sosial dalam rumah tangga. 

Hal tersebut sesuai dengan sasaran yaitu klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Teknik yang digunakan yaitu konseling. Dalam konseling tersebut, pekerja sosial memberikan motivasi dan membantu klien untuk memperbaiki diri. 

Penggunaan metode social case work digunakan pada tahap penyadaran dan pembentukan perilaku serta tahap Metode social group work juga digunakan dalam menangani klien.Kelompok dalam perspektif pekerjaan sosial yaitu sekumpulan orang yang saling berinteraksi satu 497 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Volume VI Nomor 5.Tahun 2017 sama lain dan membentuk suatu kesatuan yang terpisah dan berbeda dari kesatuan yang lainnya. Pekerja sosial dengan menggunakan metode social group work bekerja terutama pada kelompok yang didalamnya terdapat interaksi dan memungkinkan adanya individualisasi atau perbedaan suatu kelompok dengan kelompok yang lain. 

Faktor Pendukung dan Penghambat Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Faktor Pendukung Dalam pelaksanaan pemberdayaan, pekerja sosial memiliki faktor pendukung dan penghambat yang dapat mempengaruhi proses pemberdayaan tersebut. 

Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung pekerja sosial dalam pelaksanaan pemberdayaan bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu : 
  1. Adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait P2TP2A, Advokat, psikolog, kepolisian dan masyarakat. 
  2. Adanya keterlibatan klien yang memiliki perebedaan latar belakang masalah dalam proses penyadaran, perlindungan, rehabilitasi, dan pemberdayaan 
  3. Kesadaran klien korban KDRT itu sendiri bahwa dia membutuhkan sehingga cukup kooperatif. Faktor pendukung pekerja sosial dalam pelaksanaan pemberdayaan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor pendukung dari dalam diri individu (intern) dan dari luar (ekstern).

Faktor pendukung dari dalam diri individu (intern) yaitu klien memiliki kesadaran bahwa klien membutuhkan bantuan pekerja sosial. Bantuan dapat melalui pemberdayaan guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sedangkan faktor dari luar individu (ekstern) yaitu adanya kerjasama dengan pihakpihak lain yang konsen terhadap penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Keterlibatan klien dapat membantu pekerja sosial dalam melaksanakan pemberdayaan. Adanya faktor pendukung baik intern maupun ekstern mampu mendukung proses pemberdayaan bagi klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Faktor Penghambat 
Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat pekerja sosial dalam melaksanakan pemberdayaan. 
Faktor pendukung tersebut bisa bersumber dari klien itu sendiri ataupun pekerja sosial dan pihak lainnya. Hambatan dalam pemberdayaan yang dilakukan oleh pekerja sosial seimbang antara faktor intern dan ektern.

Peran Pekerja Sosial hambatan yang pertama yaitu karakter klien yang tertutup dengan permasalahan yang dialami. Adanya klien yang mengaburkan isu dirinya juga menghambat proses pemberdayaan. Akibatnya, pekerja sosial juga sulit untuk mengetahui akar masalah yang dialami oleh klien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Hal tersebut bisa disebabkan oleh rasa malu atau adanya persepsi bahwa permasalahan yang dialami merupakan aib dan tidak perlu untuk dipublikasikan. Adanya klien yang menutupi permasalahannya akan menghambat pekerja sosial untuk menyusun rencana intervensi yang akan dilakukan oleh pekerja sosial. (By.Perencanaan).


DAFTAR PUSTAKA
  • Bradford W. Sheafor dan Charles R. Horejsi (dalam Soeharto, 2011: 155-160) 
  • Hermawati, 2001:32- 33. Metode metode social case work dan metode social group work. 
  • Lisa hendhika utami (2007), Peran Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan Korban KDRT Di Balai PRSW YOGYAKARTA. 
  • Sukri, Sri Suhandjati. (2004). Islam Menentang Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta: Gama Media Offset 
  • Wibhawa, Budi dkk. (2010). Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial: Pengantar Profesi Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjajaran. 
  • Wibhawa dkk,2010:91, Metode social case work 

 

ARTIKEL

Pendekatan penting dalam menyusun kegiatan perencanaan pembangunan di bidang pangan dan gizi adalah pendekatan PUG. Dimana dalam permasalahan gizi-lebih ...
2022/08/01 02:17:42 Baca
Bullying termasuk menggoda secara verbal dan memanggil dengan nama yang tidak disukai, mendorong dan memukul, penolakan dan pengecualian dari lingkungan ...
2021/10/04 14:15:44 Baca
Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan bagian dari PPRG. ARG bukanlah anggaran terpisah bagi laki-laki dan perempuan, melainkan strategi untuk ...
2021/07/09 14:44:00 Baca
Dimana diharapkan tujuan dalam peningkatan kesetaraan dan keadilan dalam kedudukan, peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai insan ...
2021/07/06 13:02:46 Baca
Peringatan Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) ke 28 tanggal 29 Juni 2021, sebagai peringatan kepada masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga. Dimana ...
2021/06/30 14:49:28 Baca