Saat memberikan paparan
Dalam rangka pengembangan diri dan sumbangsih wawasan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas P3APPKB Provinsi Kalimantan Tengah mengirimkan Kepala Seksi Tindak Lanjut Kasus dan Psikolog Klinis UPT PPA pada Dinas P3APPKB Provinsi Kalimantan Tengah turut serta dalam kegiatan call for paper dalam rangka rangkaian kegiatan Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Asosiasi Psikologi Forensik ke-XIII yang diselenggarakan oleh Asosisasi Psikologi Forensik (Apsifor) Indonesia bekerjasama dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah.
Adapun paper yang telah dikirimkan sebelumnya dinyatakan diterima dan dijadwalkan untuk dapat dipresentasikan secara langsung di UKSW Salatiga dengan judul paper “Analisis Pola Asuh dalam keluarga dan Potensi Risiko Anak sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berdasarkan Perspektif Psikologi Forensik (Studi Kasus pada UPT PPA Provinsi Kalimantan Tengah)”. Kegiatan pemaparan hasil penelitian dalam sesi presentasi call for paper dilaksanakan pada tanggal 8 November 2024 di Universtas Kristen Satya Wacana UKSW) di Salatiga. Psikologi forensik diartikan sebagai suatu penerapan prinsip keilmuan psikologi untuk membantu proses penegakan hukum. Pada korban tindak pidana kekerasan seksual keilmuan psikologi berkaitan dengan tahapan perkembangan, riwayat pengalaman psikologis ataupun dampak psikologis atas peristiwa tindak pidana yang dialami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus dan teknik analis data menggunakan pendekatan narasi. Studi kasus merupakan metode penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menyelidiki suatu kasus yang spesifik, detail dan unik.
Hasil penelitian didapati bahwa (1) Anak korban kekerasan dalam kesehariannya cenderung minim pengawasan dari orangtuanya dimana para korban dapat dengan leluasa melakukan aktivitasnya baik di dalam dan di luar rumah. Hal ini dikarenakan orangtua yang bekerja dan atau ataupun riwayat pengasuhan yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda; (2) Anak korban cenderung memiliki kepribadian yang tertutup tertutup. Hal ini mempengaruhi kemampuan mereka dalam menceritakan apa yang mereka alami ataupun yang dirasakan termasuk saat menjadi korban kekerasan seksual, dimana anak korban sulit untuk menyampaikan peristiwa yang terjadi terhadapnya; (3) Pola komunikasi tergolong kurang baik dengan orang tua dimana hal tersebut juga disertai disertai dengan kurangnya kedekatan secara emosional dengan orangtua. Pada anak korban kekerasan yang menjadi subyek penelitian menunjukkan minimnya pengalaman relasi emosional yang positif dalam keluarga serta persepsi yang cenderung kabur ataupun negatif terkait konsep keluarga/profil orangtua.
Photo bersama
Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan orangtua. Melalui orangtua anak mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya termasuk pergaulan dan interaksi dengan orang sekitarnya. Hal ini dikarenakan orangtua merupakan dasar pertama dalam pembentukan pribadi anak. Dalam pengasuhan yang dilakukan terhadap anak diharapkan orangtua mampu memberikan perhatian, kasih sayang (kedekatan emosional) serta contoh/model yang baik dalam berperilaku. Orangtua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang bijaksana atau menerapkan pola asuh yang tepat. Pada anak korban kekerasan seksual yang tumbuh dengan konflik keluarga dimana orangtua bercerai hingga akhirnya diasuh oleh orangtua tunggal atau bahkan akhirnya harus menjalani pengasuhan yang berganti-ganti dengan anggota keluarga lainnya dengan alasan bahwa orangtua harus bekerja, menjadikan anak tumbuh dengan persepsi yang kabur atas sosok orangtua, minim pengalaman relasi sosial yang positif disertai dengan minimnya kedekatan secara emosional dengan keluarga/orangtua. Hal ini menyebabkan dalam masa tumbuh kembangnya terutama saat menginjak usia remaja dimana relasi sosialnya mulai bergeser dari lingkungan keluarga, anak cenderung bertindak dengan aktivitas-aktivitas yang minim pengawasan. Ketika terjadi tindak kekerasan seksual terhadapnya, anak korban menyimpan sendiri ataupun mencari solusi sendiri atas apa yang dialaminya dikarenakan relasi yang kurang baik dalam keluarganya mempengaruhi pola komunikasi ataupun minimnya kedekatan secara emosional membuat anak merasa kurang nyaman untuk menyampaikan apa yang terjadi padanya sehingga rentan diintimidasi, dimanipulasi ataupun mendapatkan perlakuan salah lainnya.
Diharapkan dengan keikutsertaan kegiatan Call For Paper tersebut dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu dalam membantu upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Rensi-Gina)